Pages

Sabtu, 22 Maret 2014

Garpu is Better Than Sumpit

Sumpit merupakan alat makan khas negara Asia Timur: China, Jepang, dan Korea. Sumpit umumnya terbuat dari bambu, plastik, gading dan logam. Di negara kita, Indonesia, alat makan ini juga cukup populer. Untuk memakan mie khususnya, sebagian masyarakat Indonesia menggunakan alat ini.

Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa sumpit merupakan alat makan yang biasa saja seperti alat makan lainnya seperti sendok dan garpu. Namun, menurut beberapa sumber yang saya baca di internet, sumpit tidak layak kita gunakan sebagai alat makan. Alat ini dapat membahayakan tubuh dan lingkungan.

Sumpit sekali pakai biasanya terbuat dari bambu. Alat ini diproduksi di industri rumah tangga. Karena bahan bambu berwarna kurang menarik, produsen menggunakan pemutih seperti sulfur dan hidrogen peroksida tanpa disinfektan serta cat warna. Bambu juga mudah busuk .Maka dari itu, produsen menggunakan formalin sebagai bahan pengawet.  Zat-zat tersebut masuk kedalam tubuh kita bersama makanan yang kita makan. Hal ini dapat menyebabkan penyakit kanker karena pewarna, formalin, dan pemutih merupakan zat karsinogenik.

Proses pembuatan sumpit bambu tidak higienis. Dalam proses produksi ada kemungkinan sumpit terkontaminasi oleh kotoran tikus, kotoran kecoa, telur kecoa, telur ulat, dll. Bahkan menurut penelitian terdapat ulat yang keluar dari sumpit yang celup air panas. Selain itu, sumpit yang direndam di air selama seminggu, air tersebut akan menjadi bau. Hal ini memperjelas bahwa sumpit bukan merupakan alat makan yang aman.

Di China sumpit diimpor dari Amerika. Hal ini terjadi karena China tidak memiliki banyak pohon untuk dijadikan sumpit. Padahal, sumpit merupakan alat makan utama di negara tersebut. Satu pohon hanya bisa dijadikan 4000 pasang sumpit saja. Menurut data, China menggunakan 63 miliar pasang sumpit setiap tahun. Bisa dibayangkan berapa banyak batang pohon yang ditebang untuk membuat alat makan ini. Padahal alat ini hanya sekali pakai dan akan berakhir di tempat sampah.

Garpu dan sumpit memiliki kegunaan yang sama, yaitu untuk memakan mie. Menurut saya, lebih baik memakai garpu daripada sumpit. Garpu lebih mudah digunakan. Semua orang bisa makan dengan garpu. Garpu terbuat dari logam dan bisa digunakan berkali-kali. Mengganti sumpit dengan garpu dapat meminimalisir jumlah pohon yang tebang. Itu artinya kita turut berperan dalam melestarikan lingkungan

Dalam jamuan internasional dan hotel berbintang, sumpit tidak digunakan. Hal ini memperjelas bahwa garpu lebih baik daripada sumpit.

Senin, 17 Maret 2014

I Find My Self in a Book

Have you ever felt you can not recognize your self ? have you ever thought why people do this and you do that? This thing have been happened to me. I was jumpy. I questioned with my self who i am. What type of person I was. Did I have a talent. Did I have a hobby. All people had hobbies. Why i was not. I was in phase of identity searching.

 “Personality Plus” is a book written by Florence Littauer and Rose Sweet. The book contains about 4 types of human personality: sanguinis, melankolis, koleris, and plegmatis. I read page by page. I observed whather type of person I am.

In the book, I found personality test sheet. I passed it. Moreover, I knew I was a melankolis person. Melankolis is a person who always expects to do everything perfectly. Melankolis person is serious, analytical, and genious. They are appropriate to be a writter, teacher, scientist, and programmer.
The book explains about strengths and weaknesses of melankolis. The strenghts are analytical, persistent, self-sacrificing, considerate, respectful, planner, orderly, faithful, idealictic, deep, musical, thoughtful, and behaved. The weeknesses are bashful, unforgiving, resentful, fussy, insecure, unpopular, hard to please, withdrawn, depressed, introvert, moody, skeptical, and suspcious. By knowing about my strenghts and weakneeses I can improve my strenghts and control my weaknesses.

The book also explains about strenghts and weaknesses of sanguinis, koleris, and plegmatis. By understaning it I know how to treat and understand others. The book makes me more grown.

Melankolis is a good reader. I love reading. People who like reading usually also like writting. Every holyday I spend my time by reading novel, writting some articles at my private blog, and joining writting competitions.

I have found myself. I know who I am. I know why people do this and I do that. I have a talent. I have a hobby.


Thanks to Florence Littauer and Rose Sweet. This book is so heplful.

Minggu, 16 Maret 2014

Problematika Matematika

Matematika adalah pelajaran yang paling sulit menurut sebagian besar orang. Rumus-rumus, angka, dan konsep adalah ciri khas mata pelajaran ini. Jika tidak mengikuti pelajaran dari awal maka kita tidak akan bisa mengerjakan bagian selanjutnya. Jika sudah begini biasanya rasa malas akan merasuki diri kita. Tingkat selanjutnya adalah kita akan membenci matematika. Bahkan mungkin juga membenci guru matematika.

Matematika merupakan momok yang menakutkan bagi siswa di sekolah. Apalagi jika ulangan atau ujian semester, kebanyakan soal tidak dapat terselesaikan. Matematika juga merupakan mata pelajaran UN yang membuat sebagian siswa tidak lulus. Matematika menambah beban anak sekolah yang sudah berat menjadi lebih berat lagi.

Saya setuju apabila matematika dijadikan mata pelajaran tidak wajib di SMA karena saya sendiri tidak terlalu merasakan manfaat dari mempelajari matematika setelah lulus SMA. Setelah lulus SMA sebagian siswa ada yang bekerja dan ada yang melanjutkan kuliah. Memang matematika berguna bagi mereka yang akan melanjutkan studi di jurusan akuntansi, teknik sipil, dan arsitektur. Namum, bagaimana dengan mereka yang bekerja atau yang melanjutkan studi di jurusan yang tidak membutuhkan matematika? Belajar matematika akan membuang-buang waktu saja dan membuat pikiran tertekan.

Nilai matematika menjadi indikator anak dikatakan pintar. Manusia dilahirkan dengan kecerdasan yang berbeda-beda. Tidak semua anak memiliki kecerdasan matematika. Ada anak yang berbakat di seni. Ada anak yang berbakat di olahraga. Ada anak yang berbakat di bidang bahasa. Itu sangat tidak adil untuk  menggunakan indikator nilai matematika untuk memberi predikat pintar. Semua orang itu pandai di bidangnya masing-masing.

Saya berargumen seperti ini bukan berarti saya tidak menyukai matematika dan menganggap matematika adalah mata pelajaran yang tidak berguna. Matematika mengajarkan anak tentang detail, ketekukan, dan kemampuan memecahkan masalah. Menurut saya belajar matematika di tingkat SD dan SMP saja sudah cukup untuk bekal masa depan anak.

Mathematic club adalah ekstrakulikuler untuk mengembangkan bakat anak di bidang matematika. Jadi, bagi siswa yang ingin masuk di perguruan tinggi dengan jurusan akuntansi, teknik sipil, atau arsitektur bisa mengasah kemampuan berhitungnya di club ini. Club ini merupakan pengganti mata pelajaran matematika yang dihapuskan sehingga anak yang kurang berbakat di matematika tidak merasa terpaksa belajar matematika.

Dengan adanya mathematic club satu beban siswa terkurangi. Siswa lebih memiliki banyak waktu untuk mengembangkan bakat atau menekuni hobi.